Breaking News
Loading...
  • New Movies
  • Recent Games
  • Tech Review

Tab 1 Top Area

Tech News

Game Reviews

Recent Post

Sabtu, 18 Juni 2016
Sejarah Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang

Sejarah Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang


Tebuireng adalah nama sebuah pedukuhan yang termasuk wilayah administratif Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, berada pada kilometer 8 dari kota Jombang ke arah selatan. Nama pedukuhan seluas 25,311 hektar ini kemudian dijadikan nama pesantren yang didirikan oleh Kiai Hasyim.
Menurut penuturan masyarakat sekitar, nama Tebuireng berasal dari kata ”kebo ireng” (kerbau hitam). Konon, ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning. Suatu hari, kerbau tersebut menghilang dan setelah dicari kian kemari, kerbau itu ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kulit kerbau yang semula berwarna kuning kini berubah menjadi hitam. Peristiwa ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak ”kebo ireng …! kebo ireng …!” Sejak sat itu, dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama Kebo Ireng.[1]
Pada perkembangan selanjutnya, ketika penduduk dusun tersebut mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah menjadi Tebuireng. Tidak diketahui dengan pasti kapan perubahan itu terjadi dan apakah hal itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut, yang banyak mendorong masyarakat untuk menanam tebu? Karena ada kemungkinan, karena tebu yang ditanam berwarna hitam maka dusun tersebut berubah nama menjadi Tebuireng.
Berdirinya Pesantren Tebuireng

Pada penghujung abad ke-19, di sekitar Tebuireng bermunculan pabrik-pabrik milik orang asing (terutama pabrik gula). Bila dilihat dari aspek ekonomi, keberadaan pabrik-pabrik tersebut memang menguntungkan karena akan membuka banyak lapangan kerja. Akan tetapi secara psikologis justru merugikan, karena masyarakat belum siap menghadapi industrialisasi. Mereka belum terbiasa menerima upah sebagai buruh pabrik. Upah yang mereka terima biasanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif-hedonis. Budaya judi dan minum minuman keras pun menjadi tradisi.
Ketergantungan rakyat terhadap pabrik kemudian berlanjut pada penjualan tanah-tanah rakyat yang memungkinkan hilangnya hak milik atas tanah. Diperparah lagi oleh gaya hidup masyarakat yang amat jauh dari nilai-nilai agama.
Kondisi ini menyebabkan keprihatinan mendalam pada diri Kiai Hasyim. Beliau kemudian membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di dusun Tebuireng. Lalu pada tanggal 26 Rabiul Awal 1317 H (bertepatan dengan tanggal 3 Agustus 1899 M.), Kiai Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu (Jawa: tratak), berukuran 6 X 8 meter.[2]  Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian. Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Kiai Hasyim bersama istrinya, Nyai Khodijah, dan bagian depan dijadikan tempat salat (mushalla). Saat itu santrinya berjumlah 8 orang,[3] dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.
Kehadiran Kiai Hasyim di Tebuireng tidak langsung diterima dengan baik oleh masyarakat. Gangguan, fitnah, hingga ancaman datang bertubi-tubi. Tidak hanya Kiai Hasyim yang diganggu, para santripun sering diteror. Teror itu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukai kehadiran pesantren di Tebuireng. Bentuknya beraneka ragam. Ada yang berupa pelemparan batu, kayu, atau penusukan senjata tajam ke dinding tratak. Para santri seringkali harus tidur
bergerombol di tengah-tengah ruangan, karena takut tertusuk benda tajam. Gangguan juga dilakukan di luar pondok, dengan mengancam para santri agar meninggalkan pengaruh Kiai Hasyim. Gangguan-gangguan tersebut berlangsung selama dua setengah tahun, sehingga para santri disiagakan untuk berjaga secara bergiliran.
Ketika gangguan semakin membahayakan dan menghalangi sejumlah aktifitas santri, Kiai Hasyim lalu mengutus seorang santri untuk pergi ke Cirebon, Jawa Barat, guna menamui Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai samsuri Wanantara, dan Kiai Abdul Jamil Buntet. Keempatnya merupakan sahabat karib Kiai Hasyim. Mereka sengaja didatangkan ke Tebuireng untuk melatih pencak silat dan kanuragan selama kurang lebih 8 bulan.
Dengan bekal kanuragan dan ilmu pencak silat ini, para santri tidak khawatir lagi terhadap gangguan dari luar. Bahkan Kiai Hasyim sering mengadakan ronda malam seorang diri. Kawanan penjahat sering beradu fisik dengannya, namun dapat diatasi dengan mudah. Bahkan banyak diantara mereka yang kemudian meminta diajari ilmu pencak silat dan bersedia menjadi pengikut Kiai Hasyim. Sejak saat itu Kiai Hasyim mulai diakui sebagai bapak, guru, sekaligus pemimpin masyarakat.
Selain dikenal memiliki ilmu pencak silat, Kiai Hasyim juga dikenal ahli di bidang pertanian, pertanahan, dan produktif dalam menulis. Karena itu, Kiai Hasyim menjadi figur yang amat dibutuhkan masyarakat sekitar yang rata-rata berprofesi sebagai petani. Ketika seorang anak majikan Pabrik Gula Tjoekir berkebangsaan Belanda, sakit parah dan kritis, kemudian dimintakan air do’a kepada Kiai Hasyim, anak tersebut pun sembuh.
Luasnya pengaruh Kiai Hasyim

Dengan tumbuhnya pengakuan masyarakat, para santri yang datang berguru kepada Kiai Hasyim bertambah banyak dan datang dari berbagai daerah baik di Jawa maupun Madura. Bermula dari 28 orang santri pada tahun 1899, kemudian menjadi 200 orang pada tahun 1910, dan 10 tahun berikutnya melonjak menjadi 2000-an orang, sebagian di antaranya berasal dari Malaysia dan Singapura. Pembangunan dan perluasan pondok pun ditingkatkan, termasuk peningkatan kegiatan pendidikan untuk menguasai kitab kuning.
Kiai Hasyim mendidik santri dengan sabar dan telaten. Beliau memusatkan perhatiannya pada usaha mendidik santri sampai sempurna menyeleseaikan pelajarannya, untuk kemudian mendirikan pesantren di daerahnya masing-masing. Beliau juga ikut aktif membantu pendirian pesantren-pesantren yang didirikan oleh murid-muridnya, seperti Pesantren Lasem (Rembang, Jawa Tengah), Darul Ulum (Peterongan, Jombang), Mambaul Ma’arif (Denanyar, Jombang), Lirboyo (Kediri), Salafiyah-Syafi’iyah (Asembagus, Situbondo), Nurul Jadid (Paiton Probolinggo), dan lain sebagainya.
Pada masa pemerintahan Jepang, tepatnya tahun 1942, Sambu Beppang (Gestapo Jepang) berhasil menyusun data jumlah kiai dan ulama di Pulau Jawa. Ketika itu jumlahnya mencapai 25.000an orang, dan mereka rata-rata pernah menjadi santri di Tebuireng. Hal ini menunjukkan batapa basar pengaruh Pesantren Tebuireng dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Jawa pada awal abad ke-20.
Karena kemasyhurannya, para kiai di tanah Jawa mempersembahkan gelar ”Hadratusy Syeikh” yang artinya ”Tuan Guru Besar” kepada Kiai Hasyim. Beliau semakin dianggap keramat, manakala Kiai Kholil Bangkalan yang dikeramatkan oleh para kiai di seluruh tanah Jawa-Madura, sebelum wafatnya tahun 1926, telah memberi sinyal bahwa Kiai Hasyim adalah pewaris kekeramatannya. Diantara sinyal itu ialah ketika Kiai Kholil secara diam-diam hadir di Tebuireng untuk mendengarkan pengajian kitab hadis Bukhari-Muslim yang disampaikan Kiai Hasyim. Kehadiran Kiai Kholil dalam pengajian tersebut dinilai sebagai petunjuk bahwa setelah meninggalnya Kiai Kholil, para Kiai di Jawa-Madura diisyaratkan untuk berguru kepada Kiai Hasyim.
Bisa dikatakan, Pesantren Tebuireng pada masa Kiai Hasyim merupakan pusatnya pesantren di tanah Jawa. Dan Kiai Hasyim merupakan kiainya para kiai. Terbukti, ketika bulan Ramadhan tiba, para kiai dari berbagai penjuru tanah Jawa dan Madura datang ke Tebuireng untuk ikut berpuasa dan mengaji Kitab Shahih Bukhari-Muslim.
Keberadaan Pesantren Tebuireng akhirnya berimplikasi pada perubahan sikap dan kebiasaan hidup masyarakat sekitar. Bahkan dalam perkembangannya, Pesantren Tebuireng tidak saja dianggap sebagai pusat pendidikan keagamaan, melainkan juga sebagai pusat kegiatan politik menentang penjajah. Dari pesantren Tebuireng lahir partai-partai besar Islam di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulam (NU), Masyumi (Majelis Syuro A’la Indonesia), Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), serta laskar-laskar perjuangan seperti Sabilillah, Hizbullah, dsb.

Pada awal berdirinya, materi pelajaran yang diajarkan di Tebuireng hanya berupa materi keagamaan dengan sistem sorogan[4] danbandongan..[5] Namun seiring perkembangan waktu, sistem pengajaran secara bertahap dibenahi, diantaranya dengan menambah kelas musyawaroh sebagai kelas tertinggi, lalu pengenalan sistem klasikal (madrasah) tahun 1919, kemudian pendirian Madrasah Nidzamiyah yang di dalamnya diajarkan materi pengetahuan umum, tahun 1933.
Tebuireng Sekarang

Menapaki akhir abad ke-20, Pesantren Tebuireng menambah beberapa unit pendidikan, seperti Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY, kini IKAHA). Bahkan unit-unit tersebut kini ditambah lagi dengan Madrasah Diniyah, Madrasah Mu’allimin, dan Ma’had Aly, disamping unit-unit penunjang lainnya seperti Unit Penerbitan Buku dan Majalah, Unit Koperasi, Unit Pengolahan Sampah, Poliklinik, Unit Penjamin Mutu, unit perpustakaan, dan lain sebagainya (akan dijelaskan kemudian). Semua unit tersebut (selain UNHASY), merupakan ikon dari eksistensi Pesantren Tebuireng sekarang.

Secara geografis, letak Pesantren Tebuireng cukup strategis, karena berada di tepi jalan raya Jombang-Malang dan Jombang-Kediri. Lalu lintas yang melewati Desa Cukir terbagi dalam tiga jalur. Pertama jalur utara-barat daya yang merupakan lintasan dari kota Jombang menuju Kediri-Tulungagung-Trenggalek melewati Pare. Kedua adalah jalur utara-tenggara yang merupakan lintasan dari kota Jombang menuju Malang melalui kota Batu. Ketiga ialah jalur barat-timur yang merupakan lintasan dari Desa Cukir menuju Kecamatan Mojowarno. Mencari kendaraan umum tidak terlalu sulit di desa ini, karena hampir setiap 2-3 menit sekali, ada mikrolet yang lewat. Pada jalur pertama dan kedua tidak hanya dilalui mikrolet (sebagaimana jalur ketiga), melainkan juga dilalui bus dan truk angkutan barang dari Surabaya-Kediri-Tulungagung-Trenggalek lewat Jombang dan Pare. Kondisi seperti ini sudah tampak sejak awal tahun 1990-an, sebagaimana hasil penelitian Imron Arifin (1993).
Pada awal tahun 1900-an, penduduk Tebuireng rata-rata berprofesi sebagai petani dan pedagang. Namun sekarang keadaannya sudah berbeda. Mayoritas penduduk Tebuireng kini bekerja sebagai pedagang, pegawai pemerintah dan swasta, dan sebagian lagi berprofesi sebagai guru. Jarang sekali yang berprofesi sebagai petani.
Penduduknya rata-rata memiliki sepeda motor. Rumah mereka sudah tergolong bagus, tidak ada lagi yang terbuat dari anyaman bambu (gedek) seperti pada awal pendirian Pesantren Tebuireng. Pesawat TV yang dulu hanya dimiliki oleh sebagian pegawai Pabrik Gula Tjoekir, kini sudah menghiasi setiap rumah penduduk. Banyak diantara mereka sudah memiliki mobil dan komputer.
Ketika buku ini ditulis, suasana sehari-hari di Dukuh Tebuireng lebih ramai dibanding dengan kota kecamatannya, Diwek. Keberadaan Pabrik Gula Tjoekir, Pasar Cukir, Puskesmas dan poliklinik yang melayani rawat-inap, keberadaan Kantor Pos, bank-bank swasta dan pemerintah yang dilengkapi ATM, mengudaranya beberapa pemancar radio, serta banyaknya mini market, toko-toko kelontong, warung-warung dan kedai-kedai yang berjejer di sepanjang jalan, membuat kawasan ini selalu ramai dengan beragam aktivitas.
Semaraknya suasana Tebuireng dan sekitarnya, ditopang oleh keberadaan pesantren-pesantren yang tersebar di hampir setiap sudut desa. Suasana kahidupan pesantren sangat terasa di kawasan ini. Setiap hari, orang-orang bersarung, berpeci, dan berjilbab, berlalu-lalang di sekitar jalan raya. Bila lebaran tiba, kawasan Tebuireng dan sekitarnya menjadi sepi karena para santri/siswa pulang kampung (mudik). Ini membuktikan bahwa keberadaan santri/siswa merupakan faktor utama yang membuat semarak kehidupan di Tebuireng dan sekitarnya.
***
Dari uraian di muka, terlihat jelas bahwa Pesantren Tebuireng memiliki peran yang sangat signifikan, sejak awal berdirinya hingga sekarang. Peran itu dimulai dari perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI, perjuangan menyebarkan ajaran agama dan mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan ekonomi masyarakat dan penguatan civil society. Banyaknya kader-kader terbaik bangsa yang lahir dari lembaga ini, juga merupakan bukti bahwa Pesantren Tebuireng tidak pernah lelah berjuang. Peran vital itu semakin dikukuhkan dengan keikutsertaan para pengasuh dan alumninya dalam percaturan politik nasional.
Dua orang tokohnya, Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahid Hasyim, bahkan mendapat gelar pahlawan nasional. Keduanya juga merupakan tokoh pendiri dan penerus perjuangan Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Salah seorang keturunan Kiai Hasyim, yaitu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pernah menjadi presiden keempat Republik Indonesia. Karena itu, tidak berlebihan kiranya bila sebagian masyarakat menyebut Tebuireng sebagai ”Pesantren Perjuangan”.
___________
[1] Versi lain yang menuturkan bahwa nama Tebuireng berawal dari pemberian nama oleh seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut.
2 Tanggal pendirian tratak ini dicatat sebagai awal berdirinya Pesantren Tebuireng.
3 Konon, kedelapan orang santri itu dibawa oleh Kiai Hasyim dari pesantren Keras (asuhan Kiai Asy’ari).
4 Metode sorogan diterapkan baik bagi santri pemula maupun bagi santri senior. Untuk santri pemula, dilakukan dengan cara maju satu persatu dan menyodorkan kitabnya masing-masing. Lantas gurunya membacakan salah satu kalimat dalam bahasa Arab, kemudian menerjemahkan dalam bahasa setempat dan menerangkan maksudnya. Santri yang mengaji diharuskan menyimak kitabnya sambil memberi tanda tertentu pada kalimat yang baru dibacakan. Metode sorogan untuk pemula ini biasanya dilaksanakan oleh santri senior pembantu Kiai, yang disebut qori’ atau badal. Sedang untuk santri senior, metode sorogan lazim diterapkan untuk pengajian yang bersifat khusus. Caranya, santri yang bersangkutan menghadap kiai sambil membawa kitab yang akan dibaca. Kiai hanya tinggal menyimak dan meluruskan bacaan yang salah, serta memberikan komentar bila diperlukan. Metode ini cukup efektif untuk memacu kemajuan santri dalam hal penguasaan kitab klasik.
Sejarah Pondok Pesantren Al Munawwir JOGJAKARTA

Sejarah Pondok Pesantren Al Munawwir JOGJAKARTA


Santri_RI
Pondok Pesantren Al Munawwir didirikan oleh KH. Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad pada tanggal 15 November 1911 M, sejak awal berdiri dan berkembangnya pondok pesantren ini semula bernama pondok pesantren Krapyak, karena memang terletak di dusun Krapyak. Dan pada tahun 1976-an nama pondok pesantren tersebut ditambah 'Al-Munawwir'. Penambahan nama ini bertujuan untuk mengenang pendirinya yaitu KH. M. Munawwir. Dan Al-Qur'anlah sebagai ciri khas pendidikan di pesantren ini di awal berdirinya.
Pondok pesantren Al-Munawwir adalah salah satu lembaga pendidikan yang dalam khazanah ilmu dunia pesantren dikenal dengan istilah salaf yang hingga saat ini mampu bertahan dan bahkan terus berkembang dalam kiprahnya membangun bangsa dan negara Indonesia. Kemudian pada perkembangan selanjutnya pondok pesantren Al-Munawwir tidak hanya mengkhususkan pendidikannya dalam bidang Al-Qur'an saja, melainkan merambat ke bidang ilmu yang lain, khususnya kitab-kitab kuning (kutubussalafu assholih) yang kemudian disusul dengan penerapan sistem madrasah (klasikal) yang melahirkan lembaga- lembaga pendidikan, diantaranya:

> Madrasah Salafiyah (I, II, III, IV dan V)

> Al-Ma'had al-'Aly

> Madrasah Diniyah

> Madrasah Huffadh (I dan II)

> Majlis Ta'lim dan Majlis Masyayikh

Pendidikan adalah suatu proses komprehensif untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Proses itu memerlukan pengasahan kesatuan tiga aspek pendidikan baik kognisi, efeksi, dan psikomotorik, sehingga mampu menghasilkan (out put) SDM yang berkualitas, propesional, terampil, mandiri, yang dilandasi iman dan taqwa, sehingga dapat membentuk kesatuan antara kemampuaan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) dan keunggulan moralitas (akhlakul karimah). Berangkat dari hal itu pada pertengahan tahun 2004 PP Al-Munawwir bekerjasama dengan SMK Ma'arif I Kretek Bantul membuka sekolah menengah kejuruan (SMK) program khusus dengan jurusan mekanik otomotif.

Pertumbuhan Al-Munawwir dari masa ke masa dapat dilihat pada periodesasi kepengasuhan pondok pesantren ini, yakni:

> Periode KH. Muhammad Munawwir (1910-1942 M)
> Periode KH. Abdullah Affandi Munawwir dan KH. R. Abdul Qodir Munawwir (1941-1968 M)
> Periode KH. Ali Maksum (1968-1989 M)
> Periode KH. Zainal Abidin Munawwir (1989-2014)
> Periode KH. Muhammad Najib Abdul Qodir (2014 - sekarang)

MASA KH. MUHAMMAD MUNAWWIR

Daerah krapyak semula di kenal dengan daerah yang cukup rawan. Selain daerahnya yang penuh dengan semak semak dan belantara, masyarakatnya masih sedikit yang memeluk dan melaksanakan agama islam, kebanyakan mereka adalah kaum abangan. Namun demikian dengan berdirinya pesantren dan terdengarnya suara alunan ayat- ayat suci al qur'an setiap hari seakan mengajak orang orang disekitarnya untuk menuju ke arah jalan yang terang dan lurus ( agama islam ). Oleh karena itu KH Muhammad Munawwir terus berusaha mengembangkan lembaga pendidikan pesantren yang tengah dirintisnya.

Pendidikan dan pengajaran pada masa KH Muhammad Munawwir tetap menekankan pada bidang al quran. Hal ini sesuai dengan keahlian beliau yang mumpuni dalam bidang ini. Meskipun demikian, pendidikan lainnya seperti kitab kuning tetap diadakan hanya saja sebagai penyempurna/ pelengkap.

Materi dan metode pendidikan dan pengajaran al quran pada masa ini, langsung diasuh oleh KH Muhammad Munawwir. Materi yang disampaikan kepada santri ada dua jenis, yaitu:

1.  Santri yang mengaji Al-Quran dengan cara membaca mushaf disebut bin nadzor.
2.  Santri yang mengaji dengan menghafalkan mushaf disebut bil ghoib.

Dalam pengajarannya, KH Muhammad Munawwir memakai metode mushafahah, yaitu santri membaca al-Quran satu persatu di hadapan beliau, dan jika terjadi kesalahan membca beliau langsung membenarkannya, kemudian santri langsung mengikuti. Jadi diantara keduanya saling menyaksikan secara langsung.

MASA KH. ABDULLAH AFFANDI DAN KH. R. ABDULQODIR

Pada tanggal 6 juni 1942 M, bertepatan dengan hari jum'at beliau KH. M. Munawwir menghembuskan nafas terakhir setelah lama menderita sakit, setelah selama 33 tahun KH. M. Munawwir mengasuh dan mengajar santrinya dengan penuh kesabaran dan bertawakal kepada Allah SWT.

Kemudian setelah wafatnya beliau secara berturut-turut perjuangan pondok pesantren dipimpin oleh KH. Abdullah Affandi Munawwir dan KH. Abdul Qodir Munawwir. Pendidikan dan pengajaran Al-Quran dikelompokan dalam satu wadah yang kemudian dinamakan Madrasah Huffadh, yang didirikan oleh KH. R. Abdul Qodir dengan dibantu oleh para menantu beliau, dan didukung oleh keluarga besar Al-Munawwir pada tahun 1955 M. Sedangkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dipercayakan kepada KH. Ali Maksum.

MASA KH. ALI MAKSUM

Pada periode ini, pondok pesantren Al-Munawwir mengalami perkembangan yang semakin pesat. Dalam menangani pondok pesantren ini beliau dibantu oleh adik-adik ipar beliau serta para santri senior. Periode ini tetap berlangsng sebagaimana biasanya, untuk santri laki-laki pelaksanaan pengajian diselenggarakan di aula AB yang dipimpin oleh KH. Ahmad Munawwir. Sedangkan untuk putri berada di komplek Nurussalam yamg dipimpin oleh Nyai Hj. Hasyimah Ali Maksum.

Sedangkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning mulai berkembang sehingga pengajaran yang bersifat klasikal bertambah, yaitu:

> Madrasah Tsanawiyah 3 tahun untuk putra (1978 M.)
> Madrasah Aliyah 3 tahun untuk putra (1978 M.)
> Madrasah Tahassus Bahasa Arab dan Syari'ah
> Madrasah Tsanawiyyah untuk putri (1987 M.)
> Madrasah Aliyah untuk putri (1987 M.)

Kemudian terbentuk juga Majlis Ta'lim yang diselenggarakan oleh pesantren Al-Munawwir pada periode ini dan menjadi cikal bakal berdirinya Al-Ma'had Al-'Aly Al-Munawwir.

MASA KH. ZAINAL ABIDIN MUNAWWIR

Pada periode ini pondok pesantren Al-Munawwir mengalami kemajuan yang sangat pesat. Di samping jumlah santri semakin bertambah, dinamika intern juga menunjukkan suatu kemajuan dengan tetap berpedoman pada tradisi salaf. Sebagaimana berhasil didirikannya lembaga-lembaga pendidikan yaitu: Madrasah Huffadz I dan II, Madrasah Salafiyah I-V, perguruan tinggi ilmu salaf Al-Ma'had Al-'Aly, Majlis Ta'lim dan Majlis Masyayikh.

Dalam mengelola dan mengembangkan pondok pesantren Al-Munawwir, KH. Zainal Abidin dibantu oleh kakak, adik, dan keponakan keponakan beliau dengan menangani pendidikan sendiri-sendiri, yaitu:

> KH. Zaini Munawwir (Al Quran)

> KH. Dalhar Munawwir (kitab dan Madrasah)

> KH. Ahmad Warson Munawwir (kitab dan Madrasah)

> KH. Ahmad Munawwir (Al Quran)

> KH. R. M. Najib 'Abdul Qodir (Al Quran)

> KH. Masyhuri Aly Umar (kitab dan Madrasah)

> KH. Abdul Hafidz Abdul Qodir (Al Quran)

MASA KH. R. MUHAMMAD NAJIB

Setelah ditinggal oleh KH. Zainal Abidin Munawwir pada 16 Februari 2014, kepengasuhan pesantren resmi diamanahkan kepada generasi cucu. Musyawarah dzurriyah KH. Muhammad Munawwir digelar setelah Shalat Jumat, 28 Maret 2014 di ndalem Ibu Ny. Hj. Ida Fatimah Zainal. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa KH. R. Muhammad Najib Abdul Qodir didaulat memimpin kepengasuhan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. 
Adapun dewan pengasuh terdiri atas:

> KH. R. Abdul Hafidh Abdul Qodir
> Drs. KH. Muhtarom Busyro
> KH. Fairuzi Afiq Dalhar, S.Pd.I.
> KH. Fairuz Zabadi Warson
> KH. Munawwar Ahmad
> KH. R. Chaidar Muhaimin Afandi
> Dr. KH. Hilmy Muhammad Hasbullah.  
Adapun lembaga dan pengajian yang sebelumnya diampu langsung oleh KH. Zainal Abidin Munawwir, meliputi al-Ma’had al-'Aly, Madrasah Salafiyyah II, serta pengajian masyayikh dan alumni (IKAPPAM) juga mengalamai pergantian pengasuh. Ibu Ny. Hj. Ida Fatimah dan KH. Hilmy Muhammad dipercaya untuk mengasuh al-Ma’had al-'Aly. Madrasah Salafiyyah II diasuh oleh Gus Muhammad Munawwir dan KH. Muhtarom Ahmad. Adapun pengajian alumni diasuh oleh Dr. KH. Hilmy Muhammad Hasbullah dan KH. Muhtarom Ahmad, ketua pengurus pusat Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al Munawwir (IKAPPAM). []
no image

Sejarah PONDOK PESANTREN LANGITAN WIDANG TUBAN


Sanri_RI
Lembaga pendidikan yang sekarang ini dihuni oleh lebih dari 5500 santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan sebagian Malaysia ini dahulunya adalah hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, KH. Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni penjajah dari tanah Jawa
Mushola PP. Langitan putraKH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun (1852-1870 M), kepengasuhan pondok pesantren selanjutnya dipegang oleh putranya, KH. Ahmad Sholeh. Setelah kira-kira 32 tahun mengasuh pondok pesantren Langitan (1870-1902 M.) akhirnya beliau wafat dan kepengasuhan selanjutnya diteruskan oleh putra menantu, KH. Muhammad Khozin. Beliau sendiri mengasuh pondok ini selama 19 tahun (1902-1921 M.). Setelah beliau wafat matarantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50 tahun (1921-1971 M.), dan seterusnya kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya yaitu KH. Ahmad Marzuqi Zahid yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun (1971-2000 M.) dan keponakan beliau, KH. Abdulloh Faqih. Untuk lebih jelasnya tentang biografi para Pengasuh Pondok Pesantren Langitan dapat dibaca dalam “Biografi Ringkas Lima Pengasuh Pondok Pesantren Langitan”
Perjalanan Pondok Pesantren Langitan dari periode ke periode selanjutnya senantiasa memperlihatkan peningkatan yang dinamis dan signifikan namun perkembangannya terjadi secara gradual dan kondisional. Bermula dari masa KH. Muhammad Nur yang merupakan sebuah fase perintisan, lalu diteruskan masa H. Ahmad Sholeh dan KH. Muhammad Khozin yang dapat dikategorikan periode perkembangan. Kemudian berlanjut pada iepengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdulloh Faqih yang tidak lain adalah fase pembaharuan.
Dalam rentang masa satu setengah abad Pondok Pesantren Langitan telah menunjukkan kiprah dan peran yang luar biasa, berawal dari hanya sebuah surau kecil berkembang menjadi Pondok yang representatif dan populer di mata masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca negara. Banyak tokoh-tokoh besar dan pengasuh pondok pesantren yang dididik dan dibesarkan di Pondok Pesantren Langitan ini, seperti KH.Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy’ary, KH. Syamsul Arifin (ayahanda KH. As’ad Syamsul Arifin) dan lain-lain.
Dengan berpegang teguh pada kaidah “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah (memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya yang baru yang konstruktif), maka Pondok Pesantren Langitan dalam perjalanannya qenantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan kontektualisasi dalam merekonstruksi bangunan-bangunan sosio kultural, khususnya dalam hal pendidikan dan manajemen.
Usaha-usaha ke arah pembaharuan dan modernisasi memang sebuah konsekwensi dari sebuah dunia yang modern. Namun Pondok Pesantren Langitan dalam hal ini mempunyai batasan-batasan yang kongkrit, pembaharuan dan modernisasi tidak boleh merubah atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren.
Sehingga dengan demikian Pondok Pesantren Langitan tidak sampai terombang-ambing oleh derasnya arus globalisasi, namun justru sebaliknya dapat menempatkan diri dalam posisi yang strategis, dan bahkan kadang-kadang dianggap sebagai alternatif
Sabtu, 07 Mei 2016
TANGISAN RASULULLAH SAW di sepanjang malam

TANGISAN RASULULLAH SAW di sepanjang malam


KISAH TANGISAN RASULULLAH SAW SEPANJANG MALAM
Pernah suatu ketika Rasulullah Saw. menangis sepanjang malam. Apa yang membuat beliau menangis sepanjang malam? Apakah istri? Anak keturunan? Harta benda dan kebun-kebun?
Ternyata bukan karena hal-hal duniawi tersebut. Beliau menangisnya karena dalam shalatnya beliau membaca Al-Quran Surah Al-Ma’idah [5] ayat 118 yang menceritakan doa untuk umatnya, untuk kita Beliau shalat sambil menangis hingga waktu shubuh tiba. Beliau terus mengulang-ulang ayat tersebut.
إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Kemudian beliau memanjatkan kedua tangan seraya berdoa, “Ya Allah, umatku ... umatku ....” Lalu beliau menangis tersedu-sedu.
Allah Ta’ala berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, pergi dan temuilah Muhammad. Tuhanmu Maha Mengetahui. Sekarang tanyakan kepadanya, kenapa dia menangis?”
Jibril pun menemui Rasulullah Saw. untuk menanyakan sebab musabab beliau menangis. Rasulullah Saw. berterus terang kepada Jibril mengenai kekhawatiran beliau pada umat beliau.
Jibril pun melaporkan pengaduan Rasulullah itu kepada Allah. Allah menjawab, “Sekarang, pergi dan temui Muhammad. Katakan kepadanya bahwa Aku meridainya untuk memberikan syafaat kepada umatnya dan Aku tidak akan berbuat buruk kepadanya.” (HR Muslim dan Ath-Thabari)
Rasulullah Saw. manusia mulia itu, laki-laki agung itu, menangis dalam shalatnya. Menangis memohon ampunan untuk umatnya, kita.
Maa Syaa Allah. Sungguh besar cinta Rasulullah Saw. pada kita.
Bagaimana dengan kita? Menangiskah kita ketika mengingat Allah & RasulNya?
mari kita selalu mendekat kepada Allah SWT dan selalu melantunkan Sholwat kepada Baginda NAbi Agung Muhammad SAWmoeriaBahrulUlum.com






Selasa, 03 Mei 2016
JADWAL SYEKHERMANIA MEI 2016 M

JADWAL SYEKHERMANIA MEI 2016 M



JADWAL SYEKHERMANIA MEI 2016 moeriaBahrulUlum.com
. MAJLIS SHOLAWAT "AHBAABUL MUSTHOFA".
BERSAMA: AL-HABIB SYEKH ASSEGAF (SOLO).
.
"SRAGEN BERSHOLAWAT"
Senin | 02 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"YOGYA BERSHOLAWAT"
Selasa | 03 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"JAKARTA BERSHOLAWAT"
Kamis | 05 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"PALEMBANG BERSHOLAWAT"
Jum'at-Sabtu | 6-7 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"MAKASSAR BERSHOLAWAT"
Ahad | 08 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"SEMARANG BERSHOLAWAT"
Selasa | 10 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"SEMARANG BERSHOLAWAT"
Kamis | 12 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"HAUL HABIB ABDUL QADIR ASSEGAF"
AYAHANDA HABIB SYEKH ASSEGAF.
AHAD PAGI | 15 Mei 2016 | 07.30 WIB.
.
"SUBANG BERSHOLAWAT"
Senin | 16 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"INDRAMAYU BERSHOLAWAT"
Selasa | 17 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"SRAGEN BERSHOLAWAT"
Rabu | 18 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"YOGYA BERSHOLAWAT"
Kamis | 19 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"KARANGANYAR BERSHOLAWAT"
Jum'at | 20 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"MALAYSIA BERSHOLAWAT"
Sabtu-Ahad | 21-22 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"KENDAL BERSHOLAWAT"
Senin | 23 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"SEMARANG BERSHOLAWAT"
Selasa | 24 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"PURWOREJO BERSHOLAWAT"
Rabu | 25 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"JAKARTA BERSHOLAWAT"
Jum'at-Sabtu | 27-28 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
"SIDOARJO BERSHOLAWAT"
Senin | 30 Mei 2016 | 19.30 WIB.
.
‪#‎INFORMASIJADWALSYEKHERMANIA‬
‪#‎UNDANGANTERBUKAUNTUKUMUM‬
** SHOLLU 'ALAN NABI MUHAMMAD **
Copyright © 2014 KOPI PESANTREN (santri RI) All Right Reserved